MAKALAH
STANDARISASI PENDIDIKAN
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Manajemen
Pendidikan”
Dosen
Pengampu :
Dr. Agus Zaenul Fitri,
M.Pd.
Disusun oleh:
1.
Yulvia
Masruatin (3214113176)
2.
Yuni
Indria Sari (3214113177)
Jurusan
TarbiyahProgram Studi TMT
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
TULUNGAGUNG
2012
KATA
PENGANTAR
Segala
puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayahnya kepada kita semua. Tidak lupa sholawat serta salam mari kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan semoga kita senantiasa
mendapatkan syafaatnya baik di dunia maupun di akhirat.Dengan pertolongan dan
hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini sebagai hasil untuk memenuhi
tugas mata kuliah “Manajemen Pendidikan” yang berjudul”Standarisasi Pendidikan”.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi
lebih sempurnanya makalah yang akan datang. Semoga dengan terselesainya makalah
ini dapat bemanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya dan
membuahkan ilmu yang bermanfaat.
Tulungagung, 7 Desember 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Berdasarkan
pembukaan UUD 1945 salah satu tujuan nasional Negara Republik Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa negara Indonesia
mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pendidikan bagi
tiap-tiap warga negaranya guna mewujudkan tujuan negara tersebut. Pendidikan
yang bertujuan tersebut dikatakan berjalan dengan baik manakala pendidikan
mampu berperan secara proporsif, konstektual, dan komprehensif dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat serta perkembangan zaman.
Untuk
mencapai hal tersebut maka diperlukan sistem pendidikan yang baik, yang
memiliki perangkat pendidikan salah satunya yaitu Undang-Undang. Dalam hal ini
yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan UU
Sisdiknas ini perlu dikaji dan dirumuskan secara proporsional. Karena berisikan
tujuan, visi, misi hingga mekanisme prosedural pedidikan yang diatur dengan
tidak melepaskan konteks sosial-politik pada saat itu dan masa depan. Di
Indonesia UU Sisdiknas tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003. Untuk
operasionalnya, UU No. 20 Tahun 2003 tersebut masih memerlukan penjabaran,
yaitu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang akan kami bahas dalm makalah ini.
B. RumusanMasalah
1.
Bagaimana
pengertian standarisasi pendidikan?
2.
Apa tujuan
standarisasi pendidikan nasional?
3.
Bagaimana
standar nasional pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Standarisasi Pendidikan
Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.[1]
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Pendidikan Nasional dikatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan
adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP
No. 19 tahun 2005 Bab 1 pasal 1 ayat 1)[2].
Lembaga pendidikan nasional merupakan suatu institusi publik untuk mewujudkan
suatu tujuan bersama ialah mencerdaskan kehidupan manusia indonesia. Sebagai
suatu lembaga publik tentunya lembaga-lembaga tersebut haruslah akuntabel,
berarti transparan, terbuka, dapat di nilai oleh anggota masyarakat. Dengan
kata lain performance lembaga pendidikan tersebut haruslah mempunyai indikator-
indikator akan keberhasilan atau kegagalannya. Lahirnya PP No. 19 Tahun 2005
sebagai penjabaran dari UU No. 20 Tahun 2003 mengupayakan adanya standar
nasional[3].
B.
Tujuan Pendidikan nasional
Secara
makro pendidikan nasional bertujuan membentuk organisasi pendidikan yang
bersifat otonom sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju
suatu lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi
sosial yang positif dan memiliki sumber daya manusia yang sehat dan tangguh.
Secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, beretika (beradab dan berwawasan Budaya
Bangsa Indonesia), memiliki nalar (maju, cakap, cerdas, kreatif, inovatif dan
bertanggung jawab) berkemampuan komunikasi sosial (tertib dan standar hukum, kooperatif
dan kompetitif, demokratis), dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia
mandiri.[4]
Dalam
Undang-Undang republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Bab II
pasal 3 di kemukakan bahwa “ Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggungjawab.[5]
Untuk
menyelenggarakan pendidikan nasional, ada beberapa prinsip yang harus di
perhatikan.
1. Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
2. Pendidkan
di selenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sisitematik dengan sistem terbuka
dan multimakna.
3. Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
4. Pendidikan
di selenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5. Pendidikan
diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung
bagi segenap warga masyarakat.
6. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
(UU.No.20/2003 Bab III Pasal 4).[6]
Adapun
fungsi Pendidikan Nasional sebagaimana ditegaskan pada Pasal 3, yaitu: Untuk
mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia
Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional, yang jelas termaktub dalam Alinea IV Pembukaan UUD
1945, yaitu:
1. Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan
kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan
kehidupan bangsa
4. Ikut
melaksanakan ketertiban dunia.
Sementara
itu tujuan akhir pembangunan bangsa dan negara Indonesia adalah mencapai
masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diridhai Allah
SWT.[7]
C.
Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional dikatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 pasal 1 ayat 1). Salah satu upaya Pemerintah untuk melaksanakan
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka di
tetapkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Dalam peraturan ini, khususnya pada Bab II Pasal 2 ayat (1),
dijelaskan bahwa terdapat delapan Standar Nasional Pendidikan,[8]yaitu:
1.
Standar
Kompetensi Lulusan
Standar
Kompetensi Lulusan ( SKL) menurut PP No. 19 tahun 2005 Ayat 4 adalah “Kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan. Standar kompetensi
lulusan meliputi semua pendidikan”. Secara garis besar standar kompetensi
lulusan tersebut dapat di deskripsikan sebagai berikut.[9]
a. Standar
kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan
kelulusan peserta didik, yang meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran,
serta mencakup aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan.
b. Standar
kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Standar
kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
d. Standar
kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
e. Standar
kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menentukan,
mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi
kemanusiaan.
f. Standar
kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan non formal di
kembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri, sedangkan standar
kompetensi lulusan pendidikan tinggi di tetapkan oleh masing-masing perguruan
tinggi.
Sosok
manusia indonesia lulusan dari berbagai jenjang pendidikan seharusnya memiliki
ciri atau profil sebagai berikut.
1. Pendidikan
Dasar
a. Tumbuh
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Tumbuh
sikap beretika (sopan santun dan beradap)
c. Tumbuh
penalaran yang baik (mau belajar, ingin tahu, senang membaca, memiliki inovasi,
berinisiatif dan bertanggungjawab);
d. Tumbuh
kemampuan komunikasi/sosial (tertib, sadar, aturan, dapat bekerja sama dengan
teman, dapat berkompetisi); dan
e. Tumbuh
kesadaran untuk menjaga kesehatan badan.
2. Pendidikan
Menengah Umum
a.
Memiliki keimanan dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa mulai mapan;
b.
Memiliki sikap etika (sopan santun dan beradab);
c.
Memiliki penalaran yang baik (dalam
kajian materi kurikulum, kreatif, inisiatif serta memiliki tanggung jawab) dan
penalaran sebagai penekanannya;
d.
Kemampuan berkomunikasi/sosial (tertib,
sadar, aturan dan perundang-undangan, dapat bekerja sama, mampu bersaing,
bertoleransi, menghargai hak orang lain, dapat kompromi); dan
e.
Dapat mengurus dirinya dengan baik.
3. Pendidikan
menengah kejuruan
a.
Memiliki
keimanan dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa mulai mapan;
b.
Memiliki sikap etika (sopan santun dan beradab);
c.
Memiliki penalaran yang baik (untuk
mengerjakan keterampilan khusus, inovatif dalam arah tertentu, kreatif
dibidangnya, banyak inisiatif di bidangnya serta bertanggung jawab terhadap
karyanya) dan keterampilan sebagai penekanannya;
d.
Memiliki kemampuan berkomunikasi/sosial
(tertib, sadar aturan dan hukum, dapat bekerja sama, mampu bersaing, toleransi,
menghargai hak orang lain, dapat berkompromi);
e.
Memiliki kemampuan berkompetisi secara
sehat; dan
f.
Dapat mengurus dirinya dengan baik.
4. Pendidikan
tinggi
a. Beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Memiliki
etika (sopan santun dan beradab);
c. Memiliki
penalaran yang baik terutama di bidang keahliannya (berwawasan ke depan dan
luas, mampu mengambil data dengan akurat dan benar, mampu melakukan analisa,
berani mengemukakan pendapat, berani mengakui kesalahan, beda pendapat dan
mengambil keputusan mandiri);
d. Kemampuan
berkomunikasi/sosial (tertib, sadar perundang-undangan, toleransi, menghargai
hak orang lain, dapat berkompromi);
e. Memiliki
kemampuan berkompetisi secara sehat; dan
f. Dapat mengurus dirinya dengan baik.
5. Pendidikan
Luar Sekolah
Meskipun
pendidikan luar sekolah diarahkan untuk keterampilan tertentu dalam berbagai
tingkatan usia, acuan seperti pendidikan dalam institusi sekolah secara berjenjang
dapat dirujuk untuk tujuan pendidikannya.
6. Pendidikan
keluarga
Pendidikan pada
kenyataannya lebih banyak dilakukan di lingkungan rumah dibandingkan dengan di
luar rumah. Sehubungan dengan itu perlu pengertian orang tua tentang peranannya
sebagai “guru” dirumah dan rumah sebagai “sekolah” bagi anak-anaknya. Dengan
demikian pendidikan keluarga lebih ditujukan kepada masalah keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, estetika, norma (baik dan buruk),
kemampuan berkomunikasi dengan baik serta menjaga kesehatan tubuh dan dirinya.
Oleh
karena itu ada standar kompetensi lulusan untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
dan SKL untuk SMK/MAK. SKL merupakan sumber perumusan standar-standar lainnya,
sebab apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukannya, akan sangat
tergantung pada kepada lulusan yang bagaimana yang harus di ciptakan.
2.
Standar
Isi
Standar
isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang di tuangkan dalam
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi
mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu ( PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 pasal 1
ayat 5). Standar isi disusun tentu saja sesuai dengan SKL. Standarisi tersebut
memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat
satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan akademik[10].
a. Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan
hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.
Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas:
1) Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilaksanakan melalui muatan atau kegiatan
agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika,
jasmani, olahraga dan kesehatan.
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadiandilaksanakan
melalui muatan atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni
dan budaya, serta pendidikan jasmani.
3) Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui muatan atau
kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial,
keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi, serta muatan lokal
yang relevan.
4) Kelompok
mata pelajaran estetika dilaksanakan melalui muatan atau kegiatan bahasa, seni
dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
5) Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dilaksanakan melalui muatan
atau kegiatan jasmani, olahraga, pendidikan kesehatan, ilmu penghetahuan alam,
dan muatan lokal yang relevan.
b. Beban
Belajar
Beberapa hal yang perlu
dipahami dalam kaitannya dengan beban belajar adalah sebagai berikut :
1.
Beban belajar untuk pendidikan dasar dan
menengah menggunakan jam pembelajaran setiap minggu setiap semester dengan
sistem tatap muka, penugasan terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas
masing-masing.
2.
Pendidikan yang berbasis agama dapat
menambah beban belajar untuk kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
3.
Ketentuan mengenai beban belajar, jam pembelajaran, waktu
efektif dan tatap muka, dan persentase beban belajar ditetapkan dengan
peraturan menteri berdasarkan usulan BSNP.
4.
Beban belajar minimal dan maksimal bagi
satuan pendidikan yang menerapkan sistem Satuan Kredit Semester (SKS) ditetapkan
dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
5.
Beban belajar pada pendidikan kesetaraan
disampaikan dalam bentuk tatap muka, praktek keterampilan, dan kegiatan mandiri
yang terstruktur sesuai dengan kebutuhan, yang secara efektif ditetapkan dengan Peraturan Menteri
berdasarkan usulan BSNP.
6.
Kurikulum untuk SMP dan SMA, serta
bentuk lain yang sederajat dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup (
kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan
vokalisme), serta pendidikan berbasis keunggulan lokal.
7.
Pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan
berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari satuan pendidikan
yang bersangkutan atau dari satuan pendidikan nonformal yang sudah memperoleh
akreditasi.
8.
Beban SKS minimal dan maksimal bagi
program pendidikan tinggi ditetapkan dengan peraturan menteri berdasarkan
usulan BSNP, sedangkan beban SKS efektif diatur oleh masing-masing perguruan
tinggi.
c. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
Beberapa hal yang perlu
dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah sebagai
berikut :
1) Penyusunan
kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah
berpedoman pada panduan yang disusun BSNP.
2) Kurikulum
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah,
serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
3) Sekolah
dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi kelulusan, di bawah
supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan.
4) Kurikulum
tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi di
kembangkan dan di tetapkan oleh
masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu Standar Nasional Pendidikan.
d. Kalender
Pendidikan/akademik
Beberapa
hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kalender pendidikan/ akademik
adalah sebagai berikut :
1) Kalender
pendidikan mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu
belajar efektif, dan hari libur
2) Hari
libur dapat berbentuk jeda tengah selama-lamanya satu minggu, dan jeda antar
semester.
3) Kalender
pendidikan untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan peraturan
menteri.
3.
Standar
Proses
Standar
Proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan ( PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 pasal 1 Ayat 6). Melalui standar proses
inilah setiap satuan pendidikan di atur bagaimana seharusnya proses pendidikan
ini berlangsung. Dengan demikian, standar proses dapat di jadikan pedoman bagi
guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Standar proses, baik yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan pembelajaran ditentukan
oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Secara garis besar standar
proses pembelajaran tersebut dapat di deskripsikan sebagai berikut:[11]
a. Proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan pengembangan fisik serta psikologi
peserta didik.
b. Dalam
proses pembelajaran, pendidik memberikan keteladanan.
c. Setiap
tahun pendidik melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan
pembelajaran, untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
d. Perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksaan pembelajran
sekurang-kurangnya tujuan tujuan pembelajaran, materi ajar, metode, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar.
e. Pelaksanaan
proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik perkelas
dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pembelajaran
setiap peserta didik dan rasio maksimal jumlah peserta didik per pendidik.
f. Pelaksanaan
proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis.
g. Penilaian
hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilaian, dapat berupa tes
tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perorangan atau kelompok,
sesuai dengan kompetensi dasar yang harus di kuasai.
h. Untuk
mata pelajaran selain kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual
sekurang-kurangnya di laksanakan satu kali dalam semester.
i. Pengawasan
proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
pengambilan langkah tindaklanjut yang di perlukan.
4.
Standar
Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Standar
pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan
kekayaan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (PP No. 19 Tahun
2005 Bab 1 pasal 1 ayat 7). Selanjutnya, standar pendidik akan menentukan
kualifikasi setiap guru sebagai tenaga
profesional yang dapat menunjang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Asumsi
yang mendasarinya adalah standar proses hanya mungkin dapat dilaksanakan
manakala guru memberikan kualifikasi tertentu. Dengan demikian, tidak setiap
orang bisa menjadi guru. Jabatan guru hanya dapat dipegang oleh orang yang
telah memiliki kualifikasi tertentu. Secara garis besar standar pendidik dan
tenaga kependidikan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:[12]
1)
Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2)
Kualifikasi akademik adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
3)
Kompetensi sebagai agen pembelajaran
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini
meliputi :
a)
Kompetensi pedagogik
b)
Kompetensi kepribadian;
c)
Kompetensi profesional; dan
d)
Kompetensi sosial;
e)
Kompetensi moral;
f)
Kompetensi spiritual.
4) Seseorang
yang tidak memiliki ijazah atau sertifikat, tetapi memiliki keahlian khusus yang
diakui dan diperlukan dapat di angkat menjadi pendidik setelah melewati uji
kelayakan dan kesetaraan.
5) Kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan di tetapkan dengan Peraturan Menteri.
6) Pendidik
pada pendidikan anak usia dini memiliki:
a) Kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1)
b) Latar
belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan
lain, atau psikologi; dan
c) Sertifikasi
profesi guru untuk PAUD.
7) Pendidik
pada SD/MI, SMP/MTs,SMA/MA, SDLB, SMPLB, dan SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain
yang sederajat memiliki :
a) Kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1),
b) Latar
belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan ysng sesuai dengan bidang dan
jenjang yang di ajarkan; dan
c) Sertifikasi
profesi guru untuk setiap masing-masing jenjang
8) Pendidik
pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a) Lulusan
diploma empat (D-4) atau sarjana (S-1) untuk program diploma;
b) Lulusan
program magister (S-2) untuk program sarjana (S-1); dan
c) Lulusan
program doktor (S-3) untuk program magister (S-2) dan program doktor (S-3).
Dalam
standar pendidik dan tenaga kependidikan juga dikemukakan berbagai kriteria
tentang tenaga kependidikan, antara lain dikemukakan bahwa kepala sekolah harus
memiliki kriteria sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing tempat
bertugas. Kriteria tersebut dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
peraturan menteri, yang secara umum adalah sebagai berikut :
a)
Berstatus sebagai guru;
b)
Memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
c)
Memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 5 tahun ;
d)
Memiliki kemampuan kepemimipinan dan kewirausahaan
di bidang pendidikan .
Disamping
itu dikemukakan pula kriteria pengawas dan kriteria penilik yang di kembangkan
oleh BSNP dan di tetapkan dengan Peraturan menteri
5.
Standar
Sarana dan Prasarana
Standar
sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat rekreasi,
serta sumber belajar lain yang di perlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi ( PP No. 19 tahun 2005
Bab 1 Pasal 1 Ayat 8). Standar sarana merupakan standar yang cukup penting
karena standar proses pendidikan hanya mungkin dapat dilakukan manakala ada
standar sarana yang memadai. Standar sarana dan Prasarana di kembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan peraturan menteri, yang dalam garis besarnya adalah sebagai
berikut.[13]
a)
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, sumber
dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang di
perlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan;
b)
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan, satuan pendidikan,
ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi dan
ruang tempat yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur
dan berkelanjutan.
c)
Standar keragaman jenis peralatan
laboratorium, ilmu pengetahuan alam(IPA), laboratorium bahasa, laboratorium komputer
dan peralatan pembelajaran lain pada satuan jenis yang dinyatakan dalam standar
yang berisi jenis minimal peralatan yang harus tersedia.
d) Standar jumlah peralatan di atas, dinyatakan dalam
rasio minimal jumlah peralatan peserta didik;
e)
Standar buku perpustakaan dinyatakan dalam
jumlah judul dan jenis buku di perpustakaan satuan pendidikan;
f)
Standar buku teks pelajaran di
perpustakaan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah buku teks pelajaran satuan
masing-masing mata pelajaran di perpustakaan satuan pendidikan untuk setiap
peserta didik;
g)
Kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan
kegrafikan buku teks pelajaran di nilai oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri;
h)
Standar sumber belajar lainnyauntuk
setiap dinyatakan dalam rasio jumlah belajar terhadap peserta didik sesuai
dengan jenis sumber belajardan karakteristik satuan pendidikan;
i)
Standar rasio luas ruang kelas dan luas
bangunan per peserta didik di rumuskan oleh BSNP dan ditetapkan dengan
peraturan menteri;
j)
Standar kualitas bangunan minimal pada
satuan pendidikan dasar dan menengah adalah kelas B; sedangkan pada satuan pendidikan
tinggi adalah kelas A;
k)
Pada daerah rawan gempa bumi atau
tanahnya labil, bangunan satuan pendidikan harus memenuhi ketentuan standar
bangunan gempa;
l)
Standar kualitas bangunan satuan
pendidikan mengacu pada ketetapan menteri yang menangani urusan pemerintahan di
bidang pekerjaan umum;
m) Pemeliharaan
sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang
bersangkutan, serta dilakukannya secara berkala dan berkesinambungan dengan
memperhatikan masa pakai yang di tetapkan dengan Peraturan Menteri.
6.
Standar
Pengelolaan
Standar
pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi atau nasional agar tercapai efisiensi
dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan ( PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1
pasal 1 ayat 9). Garis besar standar pengelolaan yang perlu diketahui adalah
sebagai berikut.[14]
a. Pengelolaan
satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan
menejemen berbasis sekolah yang di tujukan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi,
keterbukaan dan akuntabilitas.
b. Pengelolaan
satuan pendidikan paa jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan
tinggi yang dalam batas-batas diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian
dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area
fungsional pengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
c. Setiap
satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang:
1) Kurikulum
tiap satuan pendidikan dan silabus;
2) Kalender
pendidikan/akademik, yang menunjukkan seluruh kategori aktivitas satuan
pendidikan selama satu tahun, dan dirinci secara semesteran, bulanan, dan
mingguan;
3) Struktur
organisasi satuan pendidikan;
4) Pembagian
tugas diantara pendidik;
5) Pembagian
tugas diantara tenaga kependidikan;
6) Peraturan
akademik;
7) Tata
tertib satuan pendidikan yang minimal meliputi tata tertib pendidik, tenaga
kependidikan dan peserta didik serta penggunaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana;
8) Kode
etik hubungan sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan
antara warga satuan pendidikan dengan masyarakat;
9) Biaya
operasioanl satuan pendidikan.
d. Setiap
satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yang merupakan
penjabaran rinci dan rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan yang
meliputi masa 4 (empat ) tahun.
e. Untuk
jenjang pendidikan dasar dan menengah, rencana kerja tahunan harus di setujui
rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dan komite sekolah/madrasah,
sedangkan untuk pendidikan tinggi harus disetujui oleh lembaga berwenang
sebagaimana diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f.
Pengelolaan satuan pendidikan
dilaksanakan secara mandiri, efisien,
efektif, dan akuntabel.
g. Pengawasan
satuan pendidikan meliputi pemantauan supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
tindak lanjut hasil pengawasan.
h. Pemantauan
dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau
bentuk lain dari pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan
berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas satuan
pendidikan.
i.
Supervisi yang meliputi supervisi
manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas
atau pemilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
j.
Pelaporan hasil pengawasan dilakukan
oleh pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan suatu pendidikan, dan pengawas
atau penilik satuan pendidikan.
k. Setiap
pihak yang menerima laporan hasil pengawasan wajib menindaklanjuti laporan
tersebut untuk meningkatkan mutu satuan pendidikan, termasuk memberikan sanksi atas
pelanggaran yang ditemukan.
l.
Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja
tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program :
1) Wajib
belajar;
2) Peningkatan
angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
3) Penuntasan
pemberantasan buta aksara;
4) Penjaminan
mutu pada satuan pendiddikan, baik yang di selenggarakan oleh pemerintah daerah
maupun masyarakat;
5) Peningkatan
status guru sebagai profesi;
6) Peningkatan
mutu dosen;
7) Standarisasi
pendidikan;
8) Akreditasi
pendidikan;
9) Peningkatan
relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;
10) Pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan; dan
11) Penjaminan mutu pendidikan nasional.
m. Pemerintah
bersama-sama pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan bertaraf internasioanl.
n. Menteri
pendidikan menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi untuk dikembangkan menjai
satuan pendidikan bertaraf nasional.
7.
Standar
Pembiayaan
Standar
pembiayaan adalah standar nasional yang mengatur komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun ( PP No.19 tahun 2005
Bab 1 Pasal 1 Ayat 10). Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana
pendidikan yang di perlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan
agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai dengan standar
nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Dalam garis besarnya
standar pembiayaan ini mencakup hal-hal sebagai berikut.[15]
a. Pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal.
b. Biaya
investasi meliputi biaya pembelian sarana dan prasarana, pengembangan sumber
daya manusia, dan modal kerja tetap.
c. Biaya
personal meliputi biaya pendidikan yang harus di keluarkan oleh peserta didik untuk
bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
d. Biaya
operasi satuan pendidikan meliputi : (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan
serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; (2) bahan atau peralatan habis
pakai; dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya air, jasa,
telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi,
konsumsi, pajak, asurans,i dan sebagainya.
e. Standar
biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan menteri
berdasarkan usulan BSNP
8.
Standar Penilaian Pendidikan
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan
dengan mekanisme, prosedur, instrumen penilaian hasil belajar peserta didik (PP
No. 19 tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat 11). Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan
dengan standar penilaian ini, dalam garis besarnya mencakup hal-hal sebagai
berikut.[16]
a. Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar menengah terdiri atas: (1) penilaian
hasil belajar oleh pendidik; (2) penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan (3) penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
b. Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: (1) penilaian hasil
belajar oleh pendidik; dan (2) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
tinggi.
c. Penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau
proses, kemajuan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
d. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan yang bertujuan menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.
e. Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dilakukan dalam bentuk ujian
nasional.
f. Ujian
nasional dilakukan secara objektif, berkeadilan dan akuntabel, serta diadakan
sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun
pelajaran.
g. Hasil
ujian dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk: (1) pemetaan mutu
program dan satuan pendidikan; (2) dasar
seleksimasuk jenjang pendidikan berikutnya; (3) penentuan kelulusan peserta
didik; (4) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
peningkatan mutupendidikan.
h. Setiap
peserta didik wajib mengikuti satu kali ujian nasional tanpa di pungut biaya,
dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan
penidikan.
i.
Pada umumnya ujian nasional mencakup
pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dan pendidikan kewarganegaraan.
j.
Peserta didik dinyatakan lulus dari
satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: (1) menyelesaikan
seluruh program pembelajaran; (2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian
akhlak untuk seluruh kelompok mata pelajaran.
k. Lulus
ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan lulus ujian nasional.
l.
Kelulusan peserta didik ditetapkan oleh
satuan pendidikan yang bersangkutan sesai dengan kriteria yang telah di
kembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan menteri.
Penentuan
ke delapan standar di atas merupakan salah satu tugas dari BSNP. Selain dari
tugas tersebut terdapat tugas lainnya
yang tidak kurang luas dan beratnya yaitu :1) menyelenggarakan Ujian Nasional. 2)Memberikan
rekomendasi kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penjaminan dan
pengendalian mutu pendidikan. 3)Merumuskan kriteria kelulusan pada satuan
pendidikan, dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah. 4)Menilai
kelayakan isi, bahasa, penyajian, dan kegrafikan buku teks pelajaran.[17]
Adapun
tujuan dari pengembangan standar nasional pendidikan serta tugas-tugas lainnya
dari BSNP ialah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Oleh sebab itu
standar nasional pendidikan haruslah di jadikan dasar perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam upaya untuk mencapai pendidikan yang bermutu.
Dengan
standar nasional pendidikan diharapkan terjadi perubahan dalam sistem dalam
sistem dan layanan pendidikan yang mengarah pada kondisi sebagai berikut.[18]
1. Meningkatkan
prestasi peserta didik dengan menentukan secara jelas tentang apa yang harus
diajarkan dan jenis formasi apa yang di harapkan.
2. Menyamakan
peluang, baik secara nasional, regional, maupun lokal.
3. Menyediakan
fungsi koordinasi yang diamati.
4. Menyediakan
perlindungan pelanggan dengan menyuplai informasi yang akurat untuk peserta
didik dan orang tua.
5. Memberikan
peran penting untuk peserta didik, orang tua, guru-guru, dan tenaga
kependidikan lainnya.
BSNP
menurut No. 19 Tahun 2005 merupakan suatu lembaga independen. Ini artinya
lembagaa tersebut terlepas dari campur tangan secara langsung atau tidak dari
pemerintah. Tetapi kenyataannya kita lihat BSNP merupakan anak kandung dari
birokrasi pemerintahan dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional. Di
negara-negara maju lainnya lembaga pendidikan sejenis BSNP dikenal dalam
bentuknya sebagai komisi nasional atau lembaga-lembaga yang di bentuk oleh
organisasi profesional guru. Para guru inilah yang mengetahui standar apa yang
dibutuhkan oleh sekolah dan ditentukan oleh satu badan yang berpotensi sebagai
kumpulan para ahli pendidikan yang mengatur berbagai aspek dari proses
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
ANALISIS
Berdasarkan
pembahasan pada makalah ini, dapat kita ketahui bahwa untuk menjamin
mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, pendidikan di
Indonesia haruslah memliki standar nasional pendidikan yang baik dan
berkualitas. Dengan berbagai standar yang telah ditetapkan tersebut diharapkan
pendidikan di Indonesia mampu memenuhi kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun
kenyataannya belum semua standar nasional pendidikan tersebut terlaksana dengan
baik dan benar dalam pendidikan di berbagai daerah di Indonesia. Hal itu disebabkan
oleh situasi dan kondisi suatu daerah tersebut. Salah satunya adalah masalah
kurikulum. Meskipun telah ditetapkan, namun karena kondisi daerah yang
terpencil dan keadaan SDM yang rendah mengakibatkan kurikulum tersebut tidak
terlaksana. Jika dipaksakan mungkin pesrta didik tidak mampu mengikuti proses
pendidikan dengan baik. Misalnya guru tidak menerapkan sistem KTSP melainkan
dengan sistem KBK, hal tersebut karena dianggap siswa tidak mampu dan malah
menurunkan kualitas pemahaman siswa. Belum lagi masalah di berbagai daerah yang
menyangkut masalah pemalsuan ijazah yang bermotif untuk menaikkan
pangkat/golongan, sehingga berakibat kenaikan pada gaji. Hal tersebut sangatlah
mencoreng wajah pendidikan nasional.
Kiranya
cukup memberikan gambaran pada kita bahwa perlunya membenahi sebuah sistem pendidikan
nasional secara komprehensif, agar tidak ada lubang atau celah yang dapat
dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.
Selain itu kasus di atas mengindikasikan bahwa kualitas pendidikan di negara
kita masih sangat mengkhawatirkan, mentalitas “maling” masih terasa sangat
kental. Mungkin masih banyak kasus-kasus lain yang melibatkan oknum-oknum
tenaga pendidik. Untuk mengarahkan pendidikan nasional yang maju dan bermutu semestinya pendidik itu memiliki
karakter yang anggun dalam moral (akhlak) dan unggul dalam intelektual.
Sehingga mampu mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu sesuai dengan
standar pendidikan nasional yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zaenal, 2009, Evaluasi
Pembelajaran, Prinsip Teknik Prosedur, Remaja Rosdakarya: Bandung
Hasbullah, 2008, Dasar-dasar ilmu pendidikan, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Mulyasa, E. 2006, Kurikukum yang
Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar, Remaja Rosdakarya: Bandung
Mulyasa, E.
2009, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bumi Aksara:
jakarta
Sanjaya, Wina, 2010, Strategi Pembelajaran
Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Kencana:
Jakarta
Tilaar, H.A.R, 2006, Standarisasi Pendidikan
Nasional, Rineka cipta: Bandung
[1] Wina sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, 2010, Kencana: Jakarta, hlm. 4
[4] E. Mulyasa, Kurikukum
yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar,
2006, Remaja Rosdakarya: Bandung
[5] E. Mulyasa, Kurikukum...,
hlm 20
[6] Zainal Arifin, Evaluasi
pembelajaran, Prinsip Teknik Prosedur, 2009, Remaja Rosdakarya:Bandung.
hlm 41
[7] Hasbullah, Dasar-dasar
ilmu pendidikan, 2008, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
[8] Zainal Arifin, Evaluasi
Pembelajaran..., Remaja Rosdakarya: bandung. hlm 42
[9]E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan,2009, Bumi Putra: Aksara
[10] Ibid., hlm 21-25
[11] Ibid., hlm 25-26
[12] Ibid., hlm 34-37
[13] Ibid., 37-38
[14] Ibid., hlm 39-42
[15] Ibid., hlm 42
[16] Ibid., hlm 43- 45
[17] H.A.R. Tilaar, Standarisasi
pendidikan nasional, 2006. Rineka Cipta: Jakarta
[18] E. Mulyasa, Implementasi
Kurikulum Tingkat..., Bumi Aksara: jakarta
No comments:
Post a Comment